Saturday, September 27, 2008

stripper dan anak presiden

di sebuah ujung penantian, mereka meratapi klisenya akhir yang jauh dari ekspektasi. sebuah ujung yang robek dan tercarik karena digilas norma dan nilai hasil kebudayaan manusia. kenapa manusia harus sombong membuat aturan, menjarakan sesama umatnya dengan berbagai klasifikasi peradaban, huh, bullshit.

dimi dan marsal terlentang dada menghadap lukisan langit di pinggir pantai. ombak menghujam sedikit lagi dari jari jemari marsal yang berwarna coklat dan keras, tapi lembut jika membelai marsal. tangan mereka saling bertautan namun dengan posisi tidak bersandingan melainkan kepala sejajar dengan kaki yang lain. mereka menyatu dengan alam, seakan ingin mengubur diri dan hilang karena proses abrasi. rambut marsal yang hitam dan panjang menyerbak di lautan pasir coklat membingkai wajah kurusnya yang putih pucat dan bersudut tajam. ia tidak menangis, dia tidak mampu mentransformasi perasaan yang bentuknya bahkan sudah paling abstrak untuk urusan hati, sakit sekali. jari jemarinya yang sangat kurus membelai dan menggapai ujung jari lelakinya pelan-pelan berusaha masuk ke dalam proses kontemplasi yang panjang dan sunyi.

marsal terpejam mendengar bisikan ombak dan terpaan angin, dia hancur sore itu. menumpuk sudah kemuakannya terhadap pretensi pencitraan manusia, yang harus dimumpuni untuk menjadi bagian dari masyarakat. masyarakat yang semu dan tidak pernah disitu jika hidup tidak berakhir seperti visual media massa, palsu. dia lelah memikirkan ada banyak tangan yang tidak membiarkan dia hidup. setelah campur tangan dan kuasa besar yang katanya meretaskan kehidupan, mesti ada lapisan kedua berupa stigma dan narasi besar yang tidak bisa dihindari jika hidup bersama sekelompok manusia. apa dia harus kabur seperti tokoh dalam film
into the wild untuk tidak harus berurusan dengan peradaban dan memiliki aturan yang dibuatnya sendiri. atau seperti tetua dalam the village yang membangun peradaban kecil dengan ia sebagai kreatornya, hmm. terlalu picik dan simplistik.

"dim, masi disini?"

---

"dim"....

"ya sal, kenapa masih terjaga dan tidak beristirahat?. banyak yang musti kau lalui setelah ini sal."

"harus kita tunduk pada kesalahan manusia, menyerah pada kecongkakan penyimpul-penyimpul dogma?"

"berhenti bertanya. aku muak mendengarnya. bisa kita lalui ini dengan damai?"

---

---

"sepertinya garis di depanku tak teraba, putus dang hilang efek frustasi. aku bingung harus mulai menjejak dari mana. ada yang bisa memulihkanku suatu hari dimi?"

dimi menitikan air matanya, perasaan aneh berpusing di dadanya seperti ada yang melesak keluar setelah diformalinkan dengan paksa. dia bersedih untuk lelakinya, bersedih untuk hatinya yang tak tertolong. dimi bangkit dan duduk menghadap laut yang ombaknya liar. serentak marsal membarenginya dan menatap punggung kekasihnya. air mata dimi melelehkan garis hitam pembingkai matanya yang dalam dan indah. dia terlihat seperti zombie cantik sepulang pesta minum-minum di tahun baru. dia menyeka pipinya.

"ada tangan menulis cerita ini di suatu tempat, menakdirkan cerita yang tragis dan dramatis. yang kita perjuangkan selama ini adalah terpenuhi tuntutan kita dan memilih dengan hak sendiri, bukan digoreskan begitu saja oleh tinta takdir. tapi aku lelah marsal."

marsal terdiam kalah dengan kenyataan. dimi bangkit berdiri dan memandang laut sejenak, melepas perpisahan dengan kekasihnya melalui kehampaan. rambutnya terkibar oleh tiupan angin yang kencang, dan ia menghilang bersama berlalunya angin, menguap dengan udara.

Monday, September 22, 2008

Diantara Zombie

pagi itu tenang dan sunyi di rumah geisar, seorang anak muda berperawakan kurus dan tinggi. geisar muncul di atap rumahnya yang kecil berisikan gantungan baju-baju pria. dia memang tinggal sendiri disitu, ditandai dengan cucian-cucian celana dalam pria bertebaran disana.
atap itu berukuran setengah lapangan basket. ada kursi malas berwarna kuning gading diujung, disebelahnya ada meja setinggi lutut dengan botol-botol alkohol yang dialih fungsikan sebagai pot tanaman.

geisar suka sekali berjemur sambil minum kopi dan merokok di kursi malasnya, dan pagi ini matahari sedang menyengat-menyengatnya membuat mata sipit geisar dipaksa untuk segera menyesuaikan. namun justru momen-momen ini adalah momen favoritnya. dia menikmati meninggalkan kenyamanan temaram malamnya dan mendapat sengatan panas yang silau untuk segera menstimulasi otaknya kembali siaga.

ia menghisap rokoknya dalam-dalam sambil memandang rumah-rumah di sekitarnya dan dia berpikir, ah zombie-zombie, mewah dan pointless. dia memiliki petakan kontrakan yang paling mini diantara perumahan-perumahan itu. selain itu atap rumah berfungsi sebagai tempat menjemur juga paling kumuh dan tidak terawat dibanding rumah-rumah lainya. ia berjalan kedekat pot tanaman dan mengambil sebotol bir dan menenggaknya dan duduk di kursi malasnya membiarkan sinar matahari memandikan tubuh bervolume ototnya yang kurus. dia mengenakan kaca mata anti sinar matahari miliknya dan berdiam disana.



***

"sar",
"Sar.....",
"SAR!".

argh siapa sih ni menabuh kencang gendang telingaku. aduh mataku pelahan mengerjap dan tanganku menyingkirkan filter matahari dan sengatan itu masuk lagi. sesosok lelaki berbalik menjauhiku dan mendekati pinggiran balkon. aku menyesuaikan brightness dan contrast agar bisa melihat normal. aduhhhh tadi aku mau lari ke alam bawah sadar, lari menjadi alter egoku, lari ke kelebatan adegan action kumpulan nafsuku, lari dari kestatisan menuju dunia absurd, lari dari kenyataan, bocah ini malah menyadarkanku.

"ah.... ngepet lu cok", dengusku sambil menggeliat dikursi malasku meregangkan sendi yang kaku. "ngapain si, siang-siang?!"

"hehehehe, ngehe lo mang gabole, gua kan nomaden", sahutnya sambil nyengir dan mondar-mandir di hadapanku.
"gimana kabar geng kita, ada perkembangan?"

--

--

"ck, ngapain si lo pagi-pagi jangan ngajak ribut yang aneh-aneh deh."

"siapa, orang gua cuma nanya. mereka belum tumbang atau kena liver akut? atau anaknya aborsi atau jadi atheist?"

geisar berguling-guling di kursi malasnya menutupi wajahnya dengan kedua lenganya.

"atau mereka mencuci otaknya sendiri dengan ramuan dan cairan ala peradaban dan karya dan cita manusia, sungguh indah dan picik membuat diri sendiri menjadi kumpulan zombie "
"hah... gua ga abis pikir ngeliat selubungan budi dan akal yang lo endapi sekarang, sinar matahari pun harus tembus puluhan atmosfer biar lo bisa bernafas, hahaha, menggelikan lo"
coki melirik kaca mata hitam milik geisar yang diambil dan ia kenakan lagi bersiap kembali tidur.
"dan kalo gua ga salah liat, lo menambah tameng baru membuat lo menyaru."

"ini biar gua ga kena kanker, bukan alat pamer ", sahut geisar meradang.
dia terduduk dan menarik nafas dalam. kemudian geisar menyulut api rokoknya, membumihanguskan paru-parunya, stimulasi hisapan asap rokok meninabobokan denyut-denyut jantungnya, geisar menyender perlahan.
dia terdiam dan mengolah pidato coki saat dia berusaha tidur tadi dan dia menyahut.
"banyak yang kalah dan menyerah coki.", "gua ga mau gitu tapi gua minim opsi".

coki yang sedari tadi duduk di balkon dengan kaki bebas berayunan di udara terdiam menyisiri pemandangan rumah demi rumah mewah di hadapanya. "muak tapi menjadi bagian.","ketidakberdayaan lo bisa disalahartikan dengan munafik sar, mencintai dan membencinya pada saat yang sama, hehehe."

*

geisar termenung mendengar perkataan bocah culas ini, geisar menghisap rokoknya lagi dalam-dalam sambil menatap teriknya matahari.

"gua kabur tentang sketsa takdir cok, kepala gua penuh tapi beda dengan ilusi optik sehari-hari gua, ajak gua kedunia ide cok, seberangkan gua ke realitas noumena bukan fenomena". "gua lelah cok".

---

---

---

"belenggu itu cuma kekuatan pikiran sar, transformasi dunia ide dan bayangan goa cuma konsep. keluar dari pikiran lo sendiri dan lo akan tiba di dunia tanpa zombie".

Sunday, September 21, 2008

Karma-phala

dion termenung sambil mengetuk-ngetuk bungkus rokok miliknya ke meja bundar di dapurnya. ia tampak kusut dan sedang memikirkan sesuatu. di meja terlihat pena dan kertas yang belum disentuhnya sejak senja tiba hingga hampir tengah malam. dion berdiri dan berjalan menuju lemari penyimpanan makananya, ia membukanya dan mengeluarkan sekaleng bir dan menarik tutupnya. ia berjalan kembali duduk dan menegak bir nya dan kembali termenung.

ia mengernyit berusaha mencerna jaringan-jaringan saraf yang berkelebat dalam benaknya, ia membalik-balik kelambu pikiran mencari-cari sesuatu. mukany berusaha keras menangkap sinyal-sinyal yang bermuncratan keluar menjadi udara. ia pusing sekali. ia tahu ada yang menggelegak di otaknya, dia tau ada tali simpul ide tersembunyi disana, tapi sepertinya ia bersembunyi dan berlari lebih dalam. terkadang kroco-kroco ide yang lolos menerobos liar namun dia lengah. saking keras ia mencari, otaknya kejang menuju kram dan ia menggosok-gosok kepalanya sambil mengerang. "arghhhhh.... brengsek".

pelarian selain alkohol tentu saja nikotin. setelah membakar rokoknya hisapan pertama langsung memberi efek relaks dan pelumpuhan saraf-saraf seakan-akan gerakan mereka berubah menjadi slow motion. dion menghembuskan asap dari hidung dan mulutnya sangat pelan, sambil menikmati dan pelan-pelan merilekskan pikiran dan menyandarkan tubuh ke kursi malasnya. tiba-tiba samara teman satu kontrakannya muncul dan mengambil kaleng bir di lemari yang sama, kemudian duduk di samping dion.

"masih mampet boy?"

---
"iye.."

meneguk bir, "udah dikuras belom? pake metode baru aje diinjeksi melalui pompa darah", samara menyengir.

menoleh sedikit kesal, "beriisik lu, sana cabut".

"semua orang bisa berteori kok, tapi biasanya nonsense".

---
"elo sendiri sam yang bilang semua adalah pengulangan, lo mematikan gua".

"hff, kenapa harus mati, semua punya biija niyama nya masing-masing, kenapa harus optimis? kenapa tidak skeptis?"

---
"orasi lo pincang karena lo minim aksi karena alasan power".

mendengus geli,"hff, lo damai tapi anarkis dan radikal dalam pikiran lo yon".

"gua tindak tunduk seperti lo sam".

"kalo lo merasa semua ini tanggung jawab lo fine, pikul dan jadilah tikus kotor bertameng moral, hahaha, lo ingat konsep karma buat gua kan, ga sepicis yang di teks kan orang-orang di wikipedia, karma-pala tidak selalu hadir dengan kita menjadi korban, kadang bentuknya adalah kita sebagai pencetus korban yon".

"koreksi gua kalo salah, jadi lo dengan orok jenius lo akan acuh begitu saja di depan kehancuran?"

"gua akan diam dan berdiri paling depan, untuk melihat mereka hancur oleh diri mereka sendiri".

"lo ga membuat poin apapun disini".

"tapi lo sudah meretaskan poin lo sendiri" jawab samara sambil menunjuk tulisan dion yang sudah memenuhi kertasnya yang tadi kosong.

Saturday, September 20, 2008

Maskulin

Dalam sebuah perdebatan tentang RUU APP yang sudah berubah menjadi RUU anti pornografi yang didominasi oleh maskulinitas, seorang remaja tak bergender ikut unjuk menyuarakan pendapatnya dengan resiko ditampung atau mendapat diskriminasi.

REMAJA:
yang terjadi adalah ketika dunia dan negara yg patriarki ini ingin kembali menyudutkan perempuan sebagai penimbul syahwat dan bagian tubuh nya kotor dan tidak bermoral maka harus dibalut adalah PENGATURAN MENGENAI APA DAN BAGAIMANA SEORANG WARGANEGARA ITU HARUS BERPAKAIAN, ATAU DALAM PROSES BERKREATIVITAS SENI SESEORANG, ATAU SEGALA JENIS AKTIVITAS YANG TERMASUK DALAM WILAYAH PRIBADI SESEORANG diiatur oleh negara dan akan muncul polisi2 moral yang menangkapi pusat2 perbelanjaan atau institusi kesenian.

para kaum islam fundamentalis yang ingin pelan2 menduduki kursi penguasa negara ini hanya menggunakan atas nama moral dan agama untuk memenangkan politik kotor dan nantinya ketika ruu telah menjadi uu maka bisa menjadi lahan yg sangat basah untuk meraup pundi pundi dari bandar vcd porno, majalah dan rumah produksi film porno, human trafficking , dll.

oke jika alasan perlindungan anak dan wanita sebagai landasanya tapi itu adalah untuk menegaskan pasal pada media dan oknum2nya bukan masyarakatnya. sudah ada uu penyiaran ,uu pariwisata, uu perlindungan anak , uu perfilman, yang melindungi dan kata pria bersoban di tv one mandul, apa jaminan uu pornografi ini berjalan dengan benar dan jaminan industri pornografi ini berhenti sama sekali, tidak ada.

jadi negara bullshit kalo mau mengatur cara berpikir kita karena yg dihasilkan adalah penyeragaman budaya (bahkan ada salah satu oknum yg berkata baju adat yg terbuka ditaruh di museum saja, yea rite), dan pebodohan masal. yg harusnya ada adalah biarkan masyarakat memilih namun melokalisir pilihan2 tersebut jadi tidak ada eksploitasi dan penyalahgunaan.

MASKULINITAS: Sepele lah

Orasi laki-laki

dia masih berorasi didepanku. panjang dan tidak berujung. dipacu masalah sederhana, yaitu karena aku lupa mengganti to-do-list miliknya yang tertempel di meja kerjanya. itu adalah tugasku tiap pagi setelah melakukan serangkaian pekerjaan rumah sebelum ia bangun dan sebelum melanjutkan pekerjaan rumah sebelum ia tiba dari pergi.
dia melewatkan satu phone call ke klien pagi ini. ia murka dan sangat kesal. ia mendinginkan bubur gandum buatanku dimeja, menumpahkan susu, dan membanting-banting surat kabar. ada yang menggelikan tentang kejadian pagi ini, aku telah mengalaminya berkali-kali. sangat sering.

"perempuan bodoh tetap saja bodoh, mau bertingkat-tingkat sekolah atau berhari-hari kursus tapi minim kesadaranya tentang melayani suami. nonsense hasilmu menghambur-hamburkan duit mengkoleksi majalah feminist bulanan itu, majalah populer, malah membuatmu kosong dan punya orientasi gaya hidup yang sembarangan. kamu lihat akibat kesalahan besarmu ini bagi hidup kita nantinya, perempuan lancang."

makiannya merupakan narasi besar dalam rumah kami. kami disini bukan berarti keluarga, penggunaan kata kami bahkan terlalu mulia untuk menggambarkan pernikahan ini. krisis identitas dan tak memiliki kemewahan dalam prioritas. semua untuk suami.
saya punya fungsi di rumah ini, jamak. menjaga dan merawat rumah, melayani suami, mengelola kebutuhan domestik tidak memutuskan, dan melayani suami. dia belum ingin punya anak. dia tidak pernah ingin punya anak.

aku hanya diam dan megosongkan pikiranku. hari ini adalah hari yang jelek untuk dimulai dengan mendengar onta tua ini berteriak-teriak bagaimana seharusnya citra keluarga ini di hadapan orang lain. bagaimana istri wajib mematuhi dan membunuh jiwa nya sendiri dan melacur pada dia, suami.

kupingku agak pengang hari ini, semua makianya berdenging dan memantul-mantul didalam dinding rumah siputku. saraf-sarafku mengirimkan impuls satu sama lain jauh lebih agresif ketimbang biasanya. nafasku memburu cepat membuat oksigen tidak menyebar dengan sempurna. aku menggigit lidah dan bibirku sampai menetas darah segar yang kubiarkan tak terhisap. badanku bereaksi tidak biasa. hari ini hari yang buruk untuk membuat orang lain merasa tersudut hai suamiku, tubuhku berontak.

ia masih terus bicara dengan ekspresi seperti hakim pengetuk palu yang tidak dapat sogokan. koran alat ekspresinya sekarang dibalik-baliknya sambil menggerutu tentang banyak hal, tapi kebanyakan adalah masalah wanita. bagaimana bodohnya mereka yang mau diperistri saat perawan berumur 17tahun dan dirumahkan hampir 10tahun. angka yang cukup mengintimidasi bukan. membuat semua pria yang melihatnya merasa menjadi penakluk dan pemilik otoritas penuh akan hidup seseorang.

ia berdiri dan mengambil jas hitamnya, aku maju dan mengenakan jas tersebut ke tubuhnya. aku melicinkan dasi dan kerahnya sambil menunduk dan tidak berekspresi. dia masih berteriak diatas kepalaku. bandot tua itu menyelesaikan pidato nya dan berkata
"bersyukur aku masih mau menghidupi perempuan sepertimu, apa yang akan kau lakukan kalau hidup di jalanan hah?".
dia berbalik dan berjalan menuju pintu keluar.
namun tiba-tiba dia terdiam, dia menghentikan langkahnya. suasana hening, sampai suamiku terpuruk ke lantai dengan sebuah pisau dapur menghujam di punggung bawahnya.

"dan biar aku akan melacur di jalanan"

CLOSURE

menurut anda segala sesuatu yang berawal didunia ini yang kemudian berproses dan berkendara selalu menjauhi titik awal? iya atau tidak? apa bisa disebut titik habis bersamaan dengan garis start? berbicara selalu ada ujungnya. melukis bisa selesai. berpergian dengan sebuah tujuan. pernikahan berujung perceraian. film punya durasi. konsultasi dokter punya satu penyelesaian.

apa semua mengenerilisasi segala sesuatu agar tidak bertahan selamanya. memaknai waktu yang katanya sedikit agar tidak sia-sia. atau efek panik karena setelah selesai mereka harus memasukan token kedua untuk lanjut, itupun kalau tersedia pilihan continue.

endingpun kayaknya ga bisa sembarangan. harus dramatis, miris, punya banyak simpatisan, mengundang testimoni-testimoni kenangan, bersifat mistis, atau deru tangis.
semua berebut ending yang paling tragis biar bikin banyak diingat orang katanya.

sampai tujuan itu menurut anda realitas, atau utopia anda terlalu liar.
berhenti mati atau hidup selanjutnya?

Agnostik


Agnos berjalan mengelilingi pohon rindang yang berada di tengah taman hijau yang luas itu. sesekali ia menghisap rokok ditanganya dan melihat gelang jam. ia mendengus gusar.
"kemana dia, kenapa dia lama sekali?"
muncul keraguan dalam hatinya, dia sangsi wanitanya akan datang.

**

tiba-tiba wanitanya muncul, berlari terengah tapi wajahnya sumringah.
ia memeluk agnos dan mencium rambutnya.
"dia mendapatiku menyelinap, hampir aku urungkan niatku"

"tapi sudahlah, ku bilang saja ada panggilan emergency dari ugd, kamu sudah lama?"

---

"nos.."
wanita itu terdiam melihat agnos yang bergeming. dia pun ikut tertunduk dalam duduknya.
"nos. emang kita sudah sampai di akhir ya?"

---

"aku berjuang, tapi dia bergelut lebih keras."

"tidak pernah akan berujung. tidak pernah ada tuhan untuk dibela dan disalahkan. dalangnya hanya kamu dan aku. begitu juga algojonya."
"kamu melihat akhir?."
"kamu mau pergi lebih dulu?"

"bukanya kita diciptakan untuk satu sama lain, saling melengkapi, cacat jika sendiri, saling mencintai? "

---

---

"yang baru berbicara. itu kamu. atau tuhanmu?"

"aku lahir tidak mandiri. sekarangpun telah ada yang memiliki aku agnos."

"takdir tidak menciptakan manusia berpasang-pasangan. manusia memilih dan memutuskan bagi dirinya sendiri. dan keputusanmu adalah mengakhirinya, bahkan sebelum semuanya dimulai."

"agnos. hari ini semuanya luruh. tak ada dinding penyangga yang mampu menahanya "

Ashtanga Yoga



i got an enlightment on my contradiction
i have perfection
im delegation of SIVA SAKTI

Elegi Biel

Kepalaku seperti terbelah dua karena terhantam helai jendela. vertigo ku kambuh. aku sulit memandang jernih dan terus memukul-mukulkan tanganku ke kening dan bagian belakang kepalaku. rasanya sakit bukan main. aku merogoh-rogoh tas ku dan tidak menemukan kaleng pil sialan itu, yang sudah menerorku bulanan ini. shit.

disudut itu aku mencerna lokasi dan waktu dengan susah payah, ini dimana, hari apa, kenapa aku disini, aku pakai baju apa. susah kepalaku untuk menunduk dan melihat berpakaian apa aku saat itu dan berusaha melupakanya. cercah-cercah cahaya masuk dan pelan-pelan muncul rona-rona di pupil mataku.

oh aku di club.
aduh, sinar laser itu seperti mau merobek mataku dan memecahkan otakku.
"sakiittt....." kataku.
aku mengerjap perlahan dan mencari sosok-sosok liar di depanku. perempuan. laki-laki. perempuan-perempuan lagi. lebih banyak laki-laki. tak terdeteksi. gay. lesbian. biseks. tak terdeteksi. kelinci. ups, perempuan dalam kostum kelinci. semuanya sibuk berkeringat di depanku dan tak satupun yang menggubrisku yang rasanya sedikit lagi sudah mau lewat alias cabut spiritnya. shit.

"woi",tak ada yang mendengar mungkin suaraku kurang keras,
"woi!"
"woi!" ah shit.

aduh aku ingin mencari gelas-gelas di meja untuk minum, tapi mana tanganku aku tidak bisa menggerakanya. shit, kenapa sih ini, tanganku mati rasa, aku ingin melihatnya tapi kepalaku juga diam tidak bisa digerakan.

tunggu. tunggu. aku melihat seorang perempuan. mukanya putih dan tajam sudut-sudutnya. dia agak terlalu kurus buatku tapi dia punya siluet yang bagus dalam terusan hitam mini dan stiletto. dia membawa gelas dan menarik lelaki di belakangnya sambil mengangkat tanganya tinggi-tinggi. dia mau mencapai apa sih diatas sana. cih.
dia mulai berdansa sambil sesekali meneguk minumannya. orang-orang disekitarnya mulai tampak kabur sebari aku memerhatikan setiap keindahan tubuhnya. lelaki itu tak buang waktu dan mulai mengambil kesempatan dalam tiap liku tubuh perempuan itu. aku marah.

tunggu. kenapa aku marah?
shit. shit. itu biel. itu biel istriku. kenapa dia tidak melihatku.
"biel!"
"hei biel"
"hei perek ngapain lo ama laki laen hah"
"woi"
"biel!"

"hei perek"
"brengsek lo malah enak-enakan disini woi!"

"ngepet lo gatau gua uda ngalamin apa aja hari ini buat lo biel"

"biel!"

"anjing!"

"biel brengsek lo biel"

aku merasa panas dan marah yang luar biasa mengalahkan sakit kepalaku tadi. kepalaku berdenyut keras dan jantungku memompa luar biasa kencang. tapi badanku masi tidak bergerak. kemudian aliran darah merasuk pelan-pelan keleherku dan aku mulai bisa menggerakanya. begitu juga dengan tangan kananku. perlahan aku menunduk melihat ke tangan kiri ku. dimana sebuah jarum suntik menempel di siku bagian dalam dan tali terikat diatasnya. rupanya tadi bukan vertigo tho. dengan sudut mata aku memandang biel dan memakinya agar dia menghampiriku
"biel!"
tapi yang datang adalah perempuan berkostum kelinci lengkap dengan topengnya bersuarakan istriku, "kau memanggilku keenan?"

Elegi Keenan

Pintu itu menutup ketika Keenan masuk dan menghampiri mejaku. ia melirikku sekali dan duduk di sofa merah dekat televisi. ia menyilangkan kaki dan menyalakan rokok. ia memindai keadaan kantorku yang berantakan dan gelap. dia terlihat lelah dan depresi tapi tetap tak bicara.

aku berusaha mengajaknya bicara "kamu masih marah nan?"

dia bergeming dan terus mengisap rokok putihnya.

"kenapa kembali ke habit buruk mu lagi nan?"

keenan menghisap satu tarikan lagi, mengangkat batang rokoknya dan memandangnya. ia mendengus, "cih".

aku diam menatapnya dan mulai merasa iba, kenapa keenan tampak sangat terpukul dan tak menghiraukanku. "Sebenarnya kamu kenapa nan?"

keenan berdiri dan berjalan ke kulkas kecil diujung ruangan, membukannya dan mengeluarkan sebotol jack daniels. ia mengambil gelas kecil dan menuangkan jack daniels nya hingga gelas itu penuh. keenan menenggaknya habis dan membanting gelas itu diatas meja dan berteriak menghardik.
"brengsek!"
"brengsek lo Biel".
keenan menuangkan jack daniels memenuhi gelas itu lagi.

"stop bentak-bentak gw, dan kasi tau kenapa lo berantakan kayak gini?!".

keenan berdiri diam memandang jendela yang samar-samar menyisipkan cahaya siang hari.

"yang lo lakuin adalah mabuk, marah-marah, mabuk lagi"
"dan mana katanya lo udah berenti ngerokok, mana katanya lo udah mulai jadi ayah yang baik, mana?"

keenan mendengus dan tertawa masam. "cih". dia masih berdiri di dekat jendela.

"gw uda mau memulai hidup dengan orang ancur kayak lo, dan apa yang gw dapetin, masa depan? ini yang lo sebut masa depan hah?"

keenan menunduk dan menggaruk-garuk kepalanya kesal.

"lo adepin orang tua gw dan lo pertanggung jawabin masa depan yang lo beri ke gw sekarang, cepet keenan".

keenan menunduk dan mulai menangis.

"keenan! lo dengerin gw ga sih?!",
"keenan!,
keenan!,
liat muka gw!".
"heh liat muka gw"

keenan membasuh matanya dan berpaling kearahku. dia berjalan gontai dengan gelasnya dengan mukanya yang sangat terpukul. dia menyentuh wajahku, dia menyentuh wajahku dengan kedua tanganya. dia terisak.

"Kenapa yel?"
"Kenapa!". keenan terisak dengan keras.

keenan melepaskan tanganya dan mengambil gelasnya, ia beridiri dan membasuh mukanya. ia memandangku sayu dan berbalik berjalan menuju pintu. meninggalkanku. meninggalkan aku diatas laci didalam bingkai. bersama Tantra anakku yang kugendong dalam pelukanku.

Fiksi

19thn-29thn
hmphh.. andai saja dengusanku barusan bisa sampai 30 km dan mengecho tepat di cuping telinganya. saya terlalu muda dan dia tidak lagi muda. dia bilang kami jodoh. saya berharap juga begitu. tapi angka-angka diatas bodoh dan menjebak. saya harus bergegas. belum sampai saya memetakan keinginan, masa depan sudah keburu muncul dan membentak saya "Tentukan keputusannya".

saya panik dan tersandung, tersandung impian saya sendiri. ketika saya menengadah masa depan berangsur kabur tidak mau menunggu, loh, kenapa saya jadi tertinggal, itu kan masa depan saya. ada tiang di ujung jalan, dan sesuai pepatah carilah pegangan. hahaha saya agak naif mengartikan sesuatu, sebenarnya efek kegalauan dan keputus asaan. apa yang di depan mata tadi ujung penantian? yang selalu saya takuti dan hindari dan merubahnya seakan-akan harapan.

saya punya peta, saya faseh step by step, saya punya benih cita-cita, tapi tidak bisa melihat ujungnya. penasaran dengan akhirnya. oo shit i wanna have that mesin kemana saja milik doraemon so bad.

Resistensi

Oknum: Mah aku minta celana Zara

Mamah: Kenapa kamu minta celana Zara

Oknum: Cariin aku stocking

Answer: Kenapa pakai stocking

Oknum: Mau les bahasa inggris

Answer: Kenapa les bahasa inggris

Oknum: Aku pengen makan bakso keju

Answer: Kenapa kamu pengen makan bakso keju

Oknum: Beliin macbook air dong

Answer: Kenapa beli macbook air

Oknum: Aku mau sekolah di Jerman

Answer: Kenapa sekolah di Jerman

Oknum: Aku mau ke senayan city

Answer: Kenapa senayan city

Oknum: Belanjain aku longchamp

Answer: Kenapa longchamp

Oknum: Mau tindik lidah, hair colouring, beli docmart,
Minum gatorade, Belajar skydiving,Makan Fast
Eddies, Beli Friskies, Upload foto, Cari bubur
kampiun, Download Cafe del mar,Dengerin lagu
populer, Beli negatif film, Isi Bensin, Diam di
perpus, Ke Masjid, Ikut casting, Lamar Kerja,
Body building, Beli kuteks.

Answer: ?

Oknum: Mana Mamahku?

Answer: -

Oknum: Kenapa terus bertanya kenapa?

Answer: Kenapa tidak pernah bertanya kenapa?

MR. MAGORIUM WONDER IMPORIUM

tangan saya tidak bisa berhenti menulis. harfiahnya mengetik.
waktu sudah larut meski tidak banyak yang bisa diharapkan dari hari esok. tapi saya masih mau hari esok datang.

mulanya saya ingin melenturkan engsel-engsel yang mengeras dan ulir-ulir yang tidak lagi lemas. membuka sumbat yang saya kutuk menjadi penyebab segala ketidakmampuan saya. sumbat ini sepertinya perlahan-lahan mulai dikuras dan isinya merangsek keluar, tidak berhenti, banyak sekali, tapi saya tidak mampu menangkapnya. ingin saya pilah. ternyata isinya tidak mengecewakan. memberi benih-benih yang tidak unggul tapi sepertinya bisa diasah.
hmm... hari esok sepertinya mulai menarik.

BEING JOHN MALKOVICH

sudah pernah dengar judul diatas?
kalo belum itu adalah salah satu judul film naratif beralur linear dan tidak banyak mendapat perhatian tapi malam ini bisa mencerminkan hidup saya yg semakin menjauhi realitas dan berimajinasi akan mimpi-mimpi yang nonsense, yaitu menjadi orang lain.
hidup saya menyenangkan, tidak berlebihan tapi cukup senang. namun akhir-akhir ini ada satu beban yang saya panggul dan tidak mampu saya tiadakan atau kesampingkan. mungkin faktor terbesar kenapa saya berusaha mencari pembenaran dalam hidup orang lain. pembenaran bahwa dibalik ruwetnya sengatan sel-sel alam bawah sadar saya atas ketidakpuasan dan kerisauan untuk berhenti menjadi saya, ada satuan sel terkecil yang menggenjot keras untuk tetap bertahan dan menyederhanakan beban ini sampai merubahnya menjadi kenangan. suatu hari saya mengenang dan berpikir, saya telah melewati"nya", maka saya mampu untuk menjalani akan-kenangan lainya dan menjadi diri saya sendiri.