Tuesday, October 21, 2008

reduksi hati


wataknya keras seperti jaksa, fisiknya membuai seperti ganja, ucapanya pedas seperti lada, pencitraannya memuakkan seperti cinta laura. dia defensif dan kontra pada semua ajuanku, aku mandul. tidak berfungsi. tidak berkontribusi sampai ia menjentikan jarinya.

dia percaya penempatanku hanya latar bayangan, bukan proyeksi atau lebih-lebih adisi. hanya cadangan. kalau dia menjejakan kakinya dua kali maka privilasiku naik tingkat menjadi zat bercitra berjalan mengiringinya. kalau dia butuh citra yang bukan aku dia jejakan kakinya ke perutku menjebloskanku jadi cadangan.

aku mencintainya, aku memujanya. logika berputar tumpang tindih dengan intuisi. perasaan perih dan sakit kutelan bulat-bulat mengiris lambung dan ulu hatiku. terjebak dalam stigma dirinya terhadapku, menipiskan oksigen penghargaan dan simpati untukku. sisanya pragmatis. tidak romantis.

malam ini aku hancur sekali lagi, pesimis pada ekspresinya esok hari. tidak pakai hati dan muka rasa tai. ingin rasanya ku kuret korelasi sadisnya dan sensitif hatiku, menggantinya dengan situasi berbanding terbalik dan berubah menjadi skeptis dan apatis. menjadi dia.

Tuesday, October 14, 2008

"Resistensi" going Documenter

previous work of "resistensi"


Ide Pokok : Sadari dan mengerti segala bentuk kebiasaan yang kita lakukan.

Tema : Tentang anak muda jakarta yang sehari-harinya bergaya hidup konsumtif.



Saat ini manusia sudah disibukkan dengan rutinitas dan problem-problem kehidupan. Terutama di kota megapolitan jakarta dimana sehari-harinya seluruh lapisan status sosial mengejar kehidupanya masing-masing. Ketika kemudian gaya hidup lah yang menentukan identitas seseorang maka semuanya menjadi blur dan tidak terbatas. Dari cara berpakaian, berbicara, bergaul, tempat bersinggah, menyaksikan film terbaru hollywood di studio paling eksekutif, menghadiri perhelatan pesta paling mutahir, dan lain-lain. Ini adalah beberapa gaya hidup urban anak muda jakarta, kebetulan kepedulian saya terpusat di umur fresh graduate sampai pekerja umur 20-an akhir. Ciptaan-ciptaan media massa dan disisipi segala kepentingan politik menyetak paradigma konsumtif pada kebanyakan masyarakat dimana konsumtif merupakan anak kandung dari kapitalisme yang muncul pada abad 18 di Inggris dan kemudian menyebar ke penjuru Eropa dan Amerika. Namun sekarang diyakini gaya hidup konsumtif lebih pesat tumbuh di negara dunia ke-3 atau negara berkembang seperti Indonesia jika tidak bisa dibilang negara miskin. Karena toh beberapa orang terkaya se Asia Tenggara diantaranya ada nama-nama pengusaha-pengusaha sukses yang kekayaanya mencapai Milyaran Dollar Amerika (Majalah Globe Asia, Edisi Juni 2008).

Mari kita memfokuskan tulisan ini sebatas sejauh mana di negara ini anak muda-anak mudanya sudah semacam di brainwashed dan selalu gemar menghidupi trend-trend gaya hidup paling baru yang dicontohkan majalah, radio, iklan, film, internet, dan lain-lain. Mereka seminggu tiga kali harus pergi berbelanja yang katanya menghilangkan suntuk, minum kopi di Gloria café, makan sushi di fx plaza, mau makan breadtalk, menikmati musik di dragon fly club, berkumpul bersama teman di lounge paling gress, dan seterusnya. Dengan berpikir sederhana saja bukankah seharusnya remaja-remaja mahasiswa yang belum berpenghasilan tetap itu masih menikmati gaji orang tuanya, namun sudah memiliki standard hidup yang luar biasa tinggi. Bentuk alasanya antara lain adalah agar lebih mudah diterima lingkunganya, agar tidak ketinggalan jaman, agar menjadi seragam, dan kebanyakan malah kehilangan identitas sejati dirinya. Semangat-semangat konsumtif meski disetir oleh uang namun ternyata juga berakar busuk di lapisan status sosial bawah yang tidak berpenghasilan banyak. Mereka di support oleh keberadaan barang-barang imitasi dengan brand-brand terkenal-terkenal untuk tetap bergengsi. Mall-mall tempat aktualisasi diri kelas bawah pun sudah disediakan untuk yang memiliki dana terbatas namun tetap ingin bergaya.

Namun dibalik itu semua mereka bingung dan meninggalkan kesadaran bahwa barang-barang dan gaya hidup yang mereka kejar bukan sesuatu yang bersifat urgent atau prioritas, tidak bersifat primer dan membuat kita berhenti hidup jika meninggalkan atau berhenti mengkonsumsinya. Jadi apa alasan mereka sebenarnya. Apa mereka sadar dengan menghabiskan uang yang tidak berjumlah sedikit mereka telah menjadi budak gaya hidup konsumtif?

Thursday, October 9, 2008

rabun otak

hari ini miris mendapati kenyataan busuk di penjuru negeri, kebodohan.
sebuah blog dengan bentuk observasi disisipi dialog-dialog dramatis menguncang ketumpulan tesis ku terhadap indonesia.
macam polemik
cul de sac bentuk negara ini lebih faktual kalau disebut lingkaran setan.
mungkin bisa digunakan salah satu ide sahabat untuk membumi hanguskannya dan memulai dengan
new age adam dan hawa, :).
itu cuma lelucon, berpotensi mercon.
hehehe efeknya agak minim ya.
tapi berhasil memampatkan pikiran dengan seluruh bentuk kemuakan dan ketidakmampuan menyikapinya.

hmm...

meraba-raba musti mulai dari mana.
kapasitas seperti apa.
aksi nyata bagaimana.
tanggung jawab siapa.
kenapa?

menenggelamkan jiwa dalam sumur bentuknya fana. disana realitas disini imajinasi. bentuk halusinasi paling membuai, tanpa sadari ada yang asli.
sibuk merubah bentuk menjadi lebih busuk.
kesadaran dan kepedulian terurai dan tercerai.

ambil sikap jangan pura-pura gagap


http://mualafmenggugat.wordpress.com/2008/09/14/indonesia-idiot/






.

Sunday, October 5, 2008

Metanarasi Manusia




i cant get enough of you honey, kidnap me, to your own elysium.
not them.



Saturday, October 4, 2008

Life Would Never be Fair

hari ini pikiran pekat seperti tumpukan debu di filter ac. kepala memburat dan badang serasa meriang. untuk anak berumur 19 tahun sepertinya aku mengidap gejala hyperbole dan tidak realistis di banyak hal, menimbang banyaknya serat-serat pikiranku yang sepertinya dilumuri oleh masalah-masala yang datang dan pergi. memijat tombol f5 untuk refresh sepertinya tidak lagi membantu. hmm. kebanyakan orang pasti merindukan masa-masa sma, yang tidak termasuk di dalamnya biasanya tidak tau cara berteman, memiliki keluarga yang nomaden, autis, sekolah-pulang sekolah-pulang, atau apatis. hehehe. tapi buatku yang memiliki masa sekolah menengah atas yang menyenangkan karena tidak diliputi dengan kecemasan menimba ilmu alias sering absen, uang saku mengalir dan kebanyakan dikonsumsi di akhir minggu atau foya-foya setaun sekali, masa-masa dewasa ini melelahkan, dan lebih senang menimpanya dengan lamunan kejayaan masa silam.

jiwa rasanya lebih sering dijangkiti pertanyaan.
pertanyaan eksistensi, cara hidup bermasyarakat,
how to be like this, how to be like that, purpose of life, cara kerja tuhan, tuntutan bawaan keluarga, kepalsuan sejarah mahkluk hidup, piciknya konspirasi, tragedi kesenjangan, perubahan iklim, mengejar gaya hidup, polemik kajian budaya, kaum-kaum ignorant, borjuise-proletar, opsi-opsi relativitas yang muncul tak henti-henti seperti ingin memecahkan otak dan menggetarkan intuisi yang kadang-kadang mati suri.

semua tak sebanding dengan bumi yang terinjak kaki kenyataan selalu bullshit, aku cuma pelajar biasa-biasa dengan lingkup keluarga bukan siapa-siapa. tidak bersinar secara karya tidak melecut secara nama. orang sekecil dan semarginal aku dalam bermasyarakat memikirikan hal-hal yang nonsense dan bahkan tanpa seorang pun yang peduli dan tau terhadap tulisan ini, hahaha, ironis.



Wednesday, October 1, 2008

Inklusif

Termo: Kamu sudah cukup duduk disini?

Tantra: Belum, semua masih sedia, kamu bisa pergi.

Termo: Sampai kapan kamu diam melihat nya hancur Tantra?

Tantra: Sampai dia luruh.

Termo: Tidak kah kamu ingin berdiri menyandinginya disana?

Tantra: -

Termo: Langit menghijau sebentar lagi, mulutmu sudah biru.

Tantra: Kau tau dia bukan milikku, mereka bukan milikku,
aku eksis di semesta, tapi tidak disitu.

Termo: Andai kau melihat nihilnya pengorbananmu ini.

(Tantra: Andai kau melihat luruhnya hatiku saat ini.)