Friday, October 30, 2009

“Auterism of the Basterd”

Quentin Jerome Tarantino memulai debut filmnya melalui Reservoir dogs pada tahun 1992, sebelumnya ia bekerja sebagai kasir di sebuah rental video di kota kelahiranya Knoxville. Ia kemudian dikenal sebagai sutradara cult film yang memiliki alur non-linear dan gaya bercerita yang unik. Selain itu ia juga menulis semua film yang ia buat dan juga mengambil peran-peran kecil didalamnya. Film-film setelahnya adalah Pulp Fiction (1994), Jackie Brown (1997), Kill Bill (2003), Kill Bill 2 (2004), Grindhouse: Death Proof (2007), dan yang paling akhir Inglorious Basterds (2009).

Inglorious Basterds sendiri bercerita tentang sekelompok pria yang memburu dan menguliti kulit kepala Nazi, dengan berbagai latar belakang psikologis lt. Aldo Raine sebagai sosok yang ‘cool’ menjadi pemimpin kelompok barbar yang menulis sejarah baru Pasca Perang Dunia ke-II. Kemudian terdapat kisah gadis yahudi Shossanah dan kekasih negronya yang menjalankan sebuah teater pemutaran film di Berlin, ia adalah saksi hidup keluarganya yang dibantai saat ia masih kecil oleh seorang detektif Nazi bernama Hans. Kompleksitas cerita dan plot yang ada dalam film ini memiliki benang merah dimana dendam para kaum yang ditindas saat perang dunia ke-II dan seluruh kelicikan

strategi untuk menjatuhkan satu sama lain namun dipresentasikan dengan ‘Tarantino’s Way’. Dan sebelum kita bahas lebih jauh mengenai Stylistik dari seorang Tarantino mari kita sedikit membahas tentang Auteur Theory itu sendiri.

Teori Auteur muncul digawangi oleh kelompok kritikus dari majalah film Cahier Du Cinema yang beranggotakan Francois Truffaut, Jacques Rivette, Claude Chabrol, Jean Luc Godard, dan Eric Rohmer, yang nantinya menghasilkan gerakan nouvelle vague, lahir pada tahun 1951. Mereka merupakan kumpulan kegelisahan remaja perancis untuk mengungkapkan keresahan, pikiran, perasaan, dan perspektif mereka dan bentuk perlawanan terhadap Sinema Tradisi Kualitas atau disebut Sinema Papa. Gerakan anak muda ini menganggap Papaskino menghabat perkembangan film dengan shot-shot yang tidak relevan dan naratif yang monoton serta aturan-aturan yang mengikat. Francois Truffaut menuliskan “A Certain Tendency of French Cinema” pada tahun 1954 sebagai bentuk protes terhadap sinema tradisi kualitas yang terlalu berpatokan pada penulis skenario yang berpatokan pada roman abad 19. Menurutnya sutradara Auteur harus merebut kekuasaan dari penulis skenario, sutradara harus menjadi pencipta tunggal dan yang lain adalah buruh. Sutradara merupakan pengarang, yang menuliskan pikiranya, dan bertanggung jawab akan hasil akhir. Teori Auteur mengatakan sutradara Auteur adalah sutradara yang menunjukan gaya yang khas dan tema yang personal sencara konsisten. Sedangkan Andre Bazin dalam artikel “La Politique des Auteurs” mengatakan bahwa auterism adalah memilih kreasi artistik dengan faktor criteria dan referensi yang personal, menjadikanya hal yang permanen bahkan berkembang dari satu karya ke karya selanjutnya. Sutradara juga dibagi menjadi dua, yaitu sutradara metteur en scene dimana sutradara mengikuti peran penulis skenario dan sutradara Auteur yang memiliki konsistensi dan benang merah antara tema, mise-en-scene, style, dan struktur naratif karya-karya miliknya.

Tarantino selain sebagai sutradara juga dikenal sebagai penulis naskah film. Beberapa karya yang dituliskanya antara lain Naturan Born Killer, True Romance, Four Rooms dan masih banyak lagi. Dan ia juga selalu menuliskan semua naskah filmnya sendiri. Dia telah menjadi pencipta tunggal seperti yang dikatakan dalam artikel “La Politique des Auteurs”. Konsistensi yang telah ia bangun sejak film-film terdahulunya melalui struktur yang non linear dan memiliki closure yang tidak biasa juga masih terlihat dalam film terbarunya Inglourious Basterds. Begitu juga dengan gaya kekerasan yang satir seperti adegan penyodoman di pulp fiction yang dilakukan oleh aparat polisi, atau pembantaian oleh the bride dalam kill bill juga ditunjukan ketika para basterds membubuhkan symbol nazi di dahi setiap korbannya yang dilepaskan. Tarantino sendiri memiliki ciri khas yang sangat signifikan melalui karya-karya miliknya sebelum ini. Dialog-dialog yang lambat namun penuh dengan intrik dan kadang kata-kata kasar namun juga puitis dan datang dari berbagai referensi. Pengenalan karakter melalui pihak ketiga seperti tokoh Sersan hugo Stiglitz, seorang pembunuh massa yang dihukum karena menghabisi nyawa petinggi nazi dan dinarasikan oleh seorang pembaca berita. Juga karakterisasi tokoh Hans Landa seorang detektif petinggi Nazi yang sangat licik dan pintar juga dalam bertutur kata, memiliki elegansi Jules dalam Pulp fiction. Sebelum Hans maupun Jules menghabisa lawannya dialog-dialog mereka berkesan ramah dan dibubuhi bait-bait puitis baik dari penyair maupun injil. Bedanya Jules sebagai mafia masih berhati emas ketimbang Hans yang tidak berpikir dua kali dalam menumpas kaum yahudi. Pembabakan dalam film-film Tarantino juga memiliki kesamaan dengan penempatan judul di setiap awalnya setiap babaknya. Hal ini memberi keleluasaan bagi dirinya untuk menanamkan seberapa banyak informasi yang penonton ketahui dan yang tidak diketahui oleh tokoh dalam film. Juga melalui gaya editingnya yang merupakan gabungan beberapa metode sekaligus dan juga music pengiring yang memiliki kemiripan dari film-filmnya terdahulu.

Melalui karyanya seakan-akan Tarantino benar-benar menjulang pada tujuannya sebagai Sutradara Auteur. Meski dengan berbagai pencapaian yang didapat olehnya, masih banyak forum simpang siur tentang dirinya sebagai seorang cinephile yang dianggap mencaplok sebagian besar elemen filmnya dari yang sudah ada sebelumnya. Seperti adegan tarian di pulp fiction yang dikatakan merupakan tribute untuk tarian dalam film jean luc godard berjudul bande a part, atau tokoh bill dalam kill bill yang dibuat seakan seorang bos misterius yang awalnya tak terlihat namun hanya dikenal melalui pengeras suara seperti dalam film charlie’s angels. Dan berbagai kumpulan dari film-film terkenal lainya. Seakan-akan Tarantino mencomot dari film orang lain dan menjadikanya sebagai Tarantino-esque, peleburan gaya inilah yang kemudian menghasilkan benang merah dalam setiap karyanya. Meski sempat mengaburkan sebagian pendapat orang mengenainya namun mengaplikasikan gaya dengan menambah perspektif personal miliknya dan berbagai penekanan dalam mise-en-scene dalam filmnya membuatnya menjadi seorang the Auteur of the Basterd.



2 comments:

will said...

tugas2 semester lalu gk sekalian di post?

phantasmgoria said...

maksud lo sfd, teori film yang panjangnya 15 halaman.. gapapa will daripada jadi trash di flashdisk. btw thx for dropping in.